Selasa, 26 Oktober 2010

Tempe Omset Bisnis Rp 800 Ribu/ Hari



Orang bule makan tempe? Ya, makanan yang menurut sejarah berasal dari Jawa, khususnya Surakarta dan Yogyakarta, ini kini tidak hanya dikonsumsi masyarakat Indonesia, tetapi juga masyarakat mancanegara. Karena, lauk pauk ini kaya akan protein nabati dan serat seperti: kalsium, vitamin B serta zat besi ini dapat dijadikan sebagai pengganti daging, sehingga sangat digemari dan dicari, terutama kaum vegetarian di seluruh dunia. Mengetahui hal ini, sebuah perusahaan ekspor impor makanan menggandeng Zaeni, pengusaha tempe di kawasan Buaran, Jakarta Timur, dengan memodifikasi bahan baku dan eksperimen produk Zaeni berhasil mengembangkan tempe nya ke Australia dan Jepang. Kiatnya?

Pengapalan makanan yang terbuat dari kacang kedelai yang difermentasikan ini, dilakukan dua kali dalam setahun, masing-masing sebanyak 5 ton kedelai atau kira-kira setara dengan 15 ribu bungkus tempe. “Awalnya, sebuah perusahaan ekspor impor makanan ingin mengeskpor tempe. Lalu, perusahaan tersebut mencari ‘perusahaan’ tempe yang bukan cuma produknya yang memenuhi standarisasi sebuah usaha, melainkan juga tempat usahanya. Kebetulan, seorang kenalan dari Departemen Perindustrian menawarkan kerja sama tersebut ke saya. Peluang itu saya, ambil,” kata Zaeni

Sebelumnya ia harus melakukan riset secara bertahap untuk memastikan bahwa produk tersebut aman dikonsumsi oleh masyarakat mancanegara. Sesudah itu, baru dikirimkan ke Australia dan Jepang. Mula-mula 5 kg/bulan untuk masing-masing negara, kemudian 10 kg/bulan, dan akhirnya 5 ton/negara setiap setengah tahun sampai sekarang.

Apa sih hebatnya tempe Zaeni sehingga mampu diekspor? “Saya menggunakan kedelai yang lebih berkualitas dan melalui proses seleksi yang ketat. Hanya kedelai yang berwarna putih bersih yang saya gunakan. Karena itu, tempe saya mampu bertahan selama setahun, sedangkan yang untuk pasar lokal hanya bertahan 2 sampai 3 hari. Selain itu, tentu saja harganya lebih mahal, dua kali lipat daripada yang untuk konsumsi setempat,”tegasnya.

Sekadar informasi, untuk tempe mendoan, Zaeni menjualnya dengan harga Rp. 500/bungkus, untuk yang dibacem atau digoreng biasa Rp. 150/bungkus, dan yang dikemas dalam plastik dengan berbagai ukuran Rp. 2.500,- hingga Rp. 4.000,- per kemasan. Selain membuat tempe, Zaeni yang membangun usahanya sejak 1978 juga membuat susu kedele sebagai alternatif susu untuk bayi. Namun, karena mahalnya biaya produksi, susu tempe ini masih disimpan di laboratorium dan belum diproduksi serta dipasarkan. Di samping itu, saat ini ia juga sedang menjalin kerja sama dengan sebuah perusahaan untuk memproduksi dan mengembangkan kerupuk tempe, yang nantinya dipasarkan ke luar negeri. “Sebenarnya, untuk membuktikan bahwa tempe bukan cuma dikonsumsi dengan cara ‘biasa melainkan sebaliknya, sehingga orang tidak jenuh makan tempe,” jelasnya.
Zaeni optimistis pasar tempe masih terbuka luas. Apalagi kalau mau terus menekuni dan belajar. Ide-ide baru dicoba, inovatif, “Saya yakin pasar untuk tempe selalu ada. Karena, sama halnya dengan bisnis-bisnis pada umumnya, dalam bisnis tempe, tidak cukup sekadar mengetahui bagaimana caranya membuat tempe, seperti bagaimana caranya membuat konsumen tidak membeli tempe sekali saja dan dalam jumlah sedikit, tetapi sebaliknya. Bukan hanya fokus pada produksi, melainkan juga menguasai pasar. Semua ini bagian dari pemasaran juga loh,” katanya.

Selain itu, tambah dia, di satu sisi, usaha tempe juga sangat menolong mereka yang putus sekolah dan tidak berpeluang menjadi karyawan. Sebab, tempe merupakan bisnis dengan modal kecil dan bahan baku gampang. Di sisi lain, merajalelanya penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh daging, flu burung misalnya, bisa mendongkrak penjualan tempe hingga 10%. “Dengan adanya kenaikan penjualan itu, berarti terjadi kenaikan produksi 400 kg kedelai/hari. Sebuah bisnis yang murah meriah, bukan?” imbuhnya.

Zaeni sendiri membangun bisnis ini dengan modal Rp. 1 juta dan omset harian 200 kg kedelai atau setara dengan Rp. 800 ribu/hari. Setiap hari, dia dan lima karyawannya memproduksi 200 kg sampai 300 kg kedelai atau sama dengan 600 bungkus tempe dengan berbagai ukuran dan kemasan.

Selanjutnya, tempe-tempe itu dibawa ke pasar. Di samping menjual eceran untuk konsumen, tempe itu juga dijual secara grosiran atau memasok ke para tukang sayur, yang dianggap sebagai agen. Kepada para agen, saya menjual lebih murah sekitar 40%. Kedepannya, Zaeni berencana mengembangkan pasar tempenya lebih luas lagi. Selain pasar domestik, dia masih mencari peluang pasar mancanegara lainnya, di luar Jepang dan Australia.
Sumber

Selasa, 12 Oktober 2010

E Banking



Apa itu e-banking? E-banking didefinisikan sebagai penghantaran otomatis jasa dan produk bank secara langsung kepada nasabah melalui elektronik, saluran komunikasi interaktif. E-Banking meliputi sistem yang memungkinkan nasabah bank, baik individu ataupun bisnis, untuk mengakses rekening, melakukan transaksi bisnis, atau mendapatkan informasi produk dan jasa bank melalui jaringan pribadi atau publik, termasuk internet. Nasabah dapat mengakses e-banking melalui piranti pintar elektronis seperti komputer/PC, PDA, ATM, atau telepon.
Marilah kita telaah satu persatu saluran dari e-Banking yang telah diterapkan bank-bank di Indonesia sebagai berikut:

1. ATM, Automated Teller Machine atau Anjungan Tunai Mandiri, ini adalah saluran e-Banking paling populer yang kita kenal. Setiap kita pasti mempunyai kartu ATM dan menggunakan fasilitas ATM. Fitur tradisional ATM adalah untuk mengetahui informasi saldo dan melakukan penarikan tunai. Dalam perkembangannya, fitur semakin bertambah yang memungkinkan untuk melakukan pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian (a.l. voucher dan tiket), dan yang terkini transfer ke bank lain (dalam satu switching jaringan ATM). Selain bertransaksi melalui mesin ATM, kartu ATM dapat pula digunakan untuk berbelanja di tempat perbelanjaan, berfungsi sebagai kartu debit. Bila kita mengenal ATM sebagai mesin untuk mengambil uang, belakangan muncul pula ATM yang dapat menerima setoran uang, yang dikenal pula sebagai Cash Deposit Machine/CDM. Layaklah bila ATM disebut sebagai mesin sejuta umat dan segala bisa, karena ragam fitur dan kemudahan penggunaannya.
2. Phone Banking, ini adalah saluran yang memungkinkan nasabah untuk melakukan transaksi dengan bank via telepon. Pada awalnya lazim diakses melalui telepon rumah, namun seiring dengan makin populernya telepon genggam/HP, maka tersedia pula nomor akses khusus via HP bertarif panggilan flat dari manapun nasabah berada. Pada awalnya, layanan Phone Banking hanya bersifat informasi yaitu untuk informasi jasa/produk bank dan informasi saldo rekening serta dilayani oleh Customer Service Operator/CSO. Namun profilnya kemudian berkembang untuk transaksi pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian (a.l. voucher dan tiket), dan transfer ke bank lain; serta dilayani oleh Interactive Voice Response (IVR). Fasilitas ini boleh dibilang lebih praktis ketimbang ATM untuk transaksi non tunai, karena cukup menggunakan telepon/HP di manapun kita berada, kita bisa melakukan berbagai transaksi, termasuk transfer ke bank lain.
3. Internet Banking, ini termasuk saluran teranyar e-Banking yang memungkinkan nasabah melakukan transaksi via internet dengan menggunakan komputer/PC atau PDA. Fitur transaksi yang dapat dilakukan sama dengan Phone Banking yaitu informasi jasa/produk bank, informasi saldo rekening, transaksi pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian (a.l. voucher dan tiket), dan transfer ke bank lain. Kelebihan dari saluran ini adalah kenyamanan bertransaksi dengan tampilan menu dan informasi secara lengkap tertampang di layar komputer/PC atau PDA.
4. SMS/m-Banking, saluran ini pada dasarnya evolusi lebih lanjut dari Phone Banking, yang memungkinkan nasabah untuk bertransaksi via HP dengan perintah SMS. Fitur transaksi yang dapat dilakukan yaitu informasi saldo rekening, pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit, listrik, dan telepon), dan pembelian voucher. Untuk transaksi lainnya pada dasarnya dapat pula dilakukan, namun tergantung pada akses yang dapat diberikan bank. Saluran ini sebenarnya termasuk praktis namun dalam prakteknya agak merepotkan karena nasabah harus menghapal kode-kode transaksi dalam pengetikan sms, kecuali pada bank yang melakukan kerjasama dengan operator seluler, menyediakan akses banking menu – Sim Tool Kit (STK) pada simcardnya.

Di balik kemudahan e-Banking tersimpan pula risiko, untuk itu diperlukan pengaman yang baik. Lazimnya untuk ATM, nasabah diberikan kartu ATM dan kode rahasia pribadi (PIN); sedangkan untuk Phone Banking, Internet Banking, dan SMS/m-Banking, nasabah diberikan kode pengenal (userid) dan PIN. Sebagai pengaman tambahan untuk internet banking, pada bank tertentu diberikan piranti tambahan untuk mengeluarkan PIN acak/random. Sedangkan untuk SMS Banking, nasabah diminta untuk meregistrasikan nomor HP yang digunakan.
Dengan beragamnya kemudahan transaksi via e-Banking, kini pilihan ada di tangan kita untuk memanfaatkannya atau tidak. Namun mengingat tidak semua bank menyediakan layanan-layanan tersebut, maka seberapa pintarkah bank kita? Untuk dapat bertransaksi pintar, kini saatnya memilih bank pintar kita, tentunya sesuai kebutuhan transaksi.


Manfaat E-Banking
Electronic Banking (e-banking) merupakan suatu aktifitas layanan perbankan yang menggabungkan antara sistem informasi dan teknologi, e-banking meliputi phone banking, mobile banking, dan internet banking. Fungsi penggunaannya mirip dengan mesin ATM dimana sarananya saja yang berbeda, seorang nasabah dapat melakukan aktifitas pengecekan saldo rekening, transfer dana antar rekening atau antar bank, hingga pembayaran tagihan-tagihan rutin bulanan seperti: listrik, telepon, kartu kredit, dll. Dengan memanfaatkan e-banking banyak keuntungan yang akan diperoleh nasabah terutama apabila dilihat dari banyaknya waktu dan tenaga yang dapat dihemat karena e-banking jelas bebas antrian dan dapat dilakukan dari mana saja sepanjang nasabah memiliki sarana pendukung untuk melakukan layanan e-banking tersebut.
Seorang nasabah akan dibekali dengan login dan kode akses ke situs web dimana terdapat fasilitas e-banking milik bank bersangkutan. Selanjutnya, nasabah dapat melakukan login dan melakukan aktifitas perbankan melalui situs web bank bersangkutan. Sebenarnya e-banking bukan barang baru di internet, tapi di Indonesia sendiri baru beberapa tahun belakangan ini marak diaplikasikan oleh beberapa bank papan atas. Konon ini berkaitan dengan keamanan nasabah yang tentunya menjadi perhatian utama dari para pengelola bank disamping masalah infrastruktur bank bersangkutan.
Keamanan memang merupakan isu utama dalam e-banking karena sebagaimana kegiatan lainnya di internet, transaksi perbankan di internet juga rawan terhadap pengintaian dan penyalahgunaan oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.
Sebuah situs e-banking diwajibkan untuk menggunakan standar keamanan yang sangat ketat untuk menjamin bahwa setiap layanan yang mereka sediakan hanya dimanfaatkan oleh mereka yang memang betul-betul berhak. Salah satu teknik pengamanan yang sering dugunakan dalam e-banking adalah melalui SSL (Secure Socket Layer) maupun lewat protokol HTTPS (Secure HTTP).
BCA salah satu bank pelopor e-banking di Indonesia contohnya. BCA menawarkan produk perbankan elektronik berupa KlikBCA, yang memberikan kemudahan untuk melakukan transaksi perbankan melalui komputer dan jaringan internet. KlikBCA dilengkapi dengan security untuk menjamin keamanan dan kerahasiaan data dan transaksi yang dilakukan oleh nasabah. Untuk menambah keamanan pihak bank melengkapi juga dengan KeyBCA, yaitu alat pengaman tambahan untuk lebih mengamankan transaksi finansial di KlikBCA. Alat ini berfungsi untuk mengeluarkan password yang selalu berganti setiap kali melakukan transaksi finansial. Dengan demikian, keamanan nasabah bertransaksi akan makin terjaga.
Dengan hadirnya e-banking tidak hanya nasabah saja yang mendapatkan manfaat melainkan juga menciptakan efek manfaat yang lain bagi bank, yakni meningkatkan pendapatan berbasis komisi atau biaya (fee based income). Sebagian besar fee berasal dari layanan transaksi yang ditawarkan e-banking, misalnya untuk pembayaran tagihan listrik dikenai biaya Rp 2.500 per transaksi. Semakin sering nasabah bertransaksi lewat e-banking, semakin banyak pula fee yang diperoleh bank. Belakangan ini jenis pendapatan nonbunga tumbuh lebih cepat ketimbang pendapatan bunga. Selain itu biaya operasional juga menjadi sangat murah dibandingkan dengan biaya transaksi melalui kantor cabang, biaya di cabang relatif lebih besar karena untuk membayar karyawan, pengamanan, listrik, dan biaya sewa gedung. Dengan segala manfaat yang bisa didapat melalui e-banking beberapa bank rela menanamkan investasi yang mahal untuk mengembangkan e-banking. Akan tetapi tidak banyak bank yang bisa mengembangkannya karena terbenturnya masalah biaya.
Sumber : http://tugasgw.wordpress.com/2009/07/11/e-banking-sistem-informasi-manajemen/